Senin, 07 November 2011

PETA JALUR MASUKNYA HINDU BUDDHA DI INDONESIA

KERAJAAN HINDU BUDDHA DI INDONESIA


Hindu dan Budha telah berkembang di Indonesia dilihat dari sejarah kerajaan-kerajaan dan peninggalan-peninggalan pada masa itu antara lain prasasti, candi, patung dewa, seni ukir, barang-barang logam.
Kerjaan Hindu-Buddha hampir tersebar di seluruh nusantara. Kami akan menjelaskan kerajaa-kerajaan tersebut secara urut berdasarkan garis waktu sejarah Indonesia (Nusantara).
1.      Kerajaan Kutai (Abad ke-4)
Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh.


2.      Kerajaan Tarumanagara (358-669 M.)
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
Ibu kota kerajaan Tarumanegara adalah Sundapura. Memakai bahasa Sunda dan Sansekerta. Agama yang dianut adalah ada yang Hindu, ada yang Budha, ada yang Sunda Wiwitan. Bentuk pemerintahannya adalah Monarki.



3.      Kerajaan Sriwijaya (Abad ke-6 s/d. Ke-11)
Sriwijaya (atau juga disebut Srivijaya; Thai: ศรีวิชัย atau "Ṣ̄rī wichạy") adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan pesisir Kalimantan. Dalam bahasa Sansekerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan", maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan di antaranya serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari Jawa di tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali kerajaan Dharmasraya.
Berdasarkan berbagai sumber sejarah, sebuah masyarakat yang kompleks dan kosmopolitan yang sangat dipengaruhi alam pikiran budha wajrayana digambarkan bersemi di ibu kota Sriwijaya. Beberapa prasasti siddhayatra abad ke-7 seperti Prasasti Talang Tuwo menggambarkan ritual budha untuk memberkati peristiwa penuh berkah yaitu peresmian taman Sriksetra, anugerah Maharaja Sriwijaya untuk rakyatnya.
Ibu Kota kerajaan ini banyak karena wilayah kekuasaan yang luas, yaitu Sriwijaya, Jawa, Kadaram, Dharmasraya. Bahasa yang dipakai adalah Melayu Kuno dan Sansekerta. Agama yang dipeluk adalah Budha Vajrayana, Budha Mahayana, Budha Hinayana dan Hindu. Bentuk pemerintahannya adalah Monarki.
         
4.      Kerajaan Sailendra
Śailendravamśa atau wangsa sailendra adalah nama wangsa atau dinasti raja-raja yang berkuasa di Sriwijaya, pulau Sumatera; dan di Mdaŋ (Kerajaan Medang), Jawa Tengah sejak tahun 752. Sebagian besar raja-rajanya adalah penganut dan pelindung agama Buddha Mahayana. Meskipun peninggalan dan manifestasi wangsa ini kebanyakan terdapat di dataran Kedu, Jawa Tengah, asal-usul wangsa ini masih diperdebatkan. Disamping berasal dari Jawa, daerah lain seperti Sumatera atau bahkan India dan Kamboja, sempat diajukan sebagai asal mula wangsa ini.
5.      Kerajaan Sunda (932-1579)
Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang pernah ada antara tahun 932 dan 1579 Masehi di bagian Barat pulau Jawa (provinsi Banten, Jakarta, dan Jawa Barat sekarang). Di kerajaan ini agama yang berkembang adalah Hindu, Budha, dan Sunda Wiwitan.
Ibu kota kerajaan Sunda adalah Banten Girang kemudian pindah ke Pakuan Pajajaran. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Sunda, Jawa dan Melayu. Agama yang dipeluk adalah Hindu, Budha dan Sunda wiwitan. Bentuk pemerintahannya adalah Monarki.
6.      Kerajaan Medang (752-1045)
Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada awal abad ke-11.
Ibu Kotanya di Jawa Tengah kemudian pindah di Jawa Timur. Memakai bahasa Jawa Kino dan Sansekerta. Agma yang dipeluk masyarakat adalah Kejawen, Hindu, Budha dan Animisme. Bentuk pemerintahannya adalah Monarki


7.      Kerajaan Kediri (1042-1222)
Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang. Agama yang berkembang pada saat itu adalah Hindu dan Buddha.
Sejarah Kediri dibagi pada tahun 1042 dari Kahuripan, kemudian bergabung lagi dengan Janggala antara tahun 1116-1135. Kemudian runtuh oleh pemberontakan Ken Arok.
Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang.
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
Ibu kotanya di Daha, Dahanapura. Memakai bahasa Jawa Kuno. Agama yang dipeluk masyarakat adalah Hindu dan Budha. Bentuk pemerintahannya adalah Monarki.

Kerajaan Janggala dan Panjalu (Kediri), kemudian bersatu menjadi Kerajaan Kediri
8.      Kerajaan Dharmasraya (1183-1347)
Dharmasraya merupakan nama ibukota dari sebuah Kerajaan Melayu di Sumatera, nama ini muncul seiring dengan melemahnya kerajaan Sriwijaya setelah serangan Rajendra Chola I raja Chola dari Koromandel pada tahun 1025. Agama yang berkembang di sini adalah agama Buddha.
            Kemunduran kerajaan Sriwijaya akibat serangan Rajendra Chola I, raja dinasti Chola telah mengakhiri kekuasaan Wangsa Sailendra atas Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya. Beberapa waktu kemudian muncul sebuah dinasti baru yang mengambil alih peran Wangsa Sailendra, yaitu yang disebut dengan nama Wangsa Mauli.
                Ibu Kotanya di Dharmasraya, Hulu Batang Hari. Memakai bahasa Melayu Kuno dan Sansekerta. Agama yang dipeluk masyarakat adalah Budha. Bentuk pemerintahannya adalah Monarki.
9.      Kerajaan Pagaruyung (abad ke-14-16)
Kerajaan Pagaruyung adalah sebuah Kerajaan Melayu yang pernah berdiri, meliputi provinsi Sumatra Barat sekarang dan daerah-daerah di sekitarnya. Nama kerajaan ini dirujuk dari Tambo yang ada pada masyarakat Minangkabau, yaitu nama sebuah nagari yang bernama Pagaruyung. Agama yang berkembang pada masa ini adalah Buddha, kemudian berubah menjadi Islam.
Munculnya nama Pagaruyung sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui dengan pasti, dari Tambo yang diterima oleh masyarakat Minangkabau tidak ada yang memberikan penanggalan dari setiap peristiwa-peristiwa yang diceritakan, bahkan jika menganggap Adityawarman sebagai pendiri dari kerajaan ini, Tambo sendiri juga tidak jelas menyebutkannya. Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman, menunjukan bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja di negeri tersebut, tepatnya menjadi Tuhan Surawasa, sebagaimana penafsiran dari Prasasti Batusangkar.
Ibu kotanya adalah Pgaruyung. Bahasa yang dipakai adalah Minang, Melayu dan Sansekerta. Agama yang dipeluk adalah Budha, namun kemudian berubah menjadi Islam. Bentuk pemerintahannya adalah Maonarki.
10.  Kerajaan Indrapura (abad ke-16-18)
Kerajaan Inderapura merupakan sebuah kerajaan yang berada di wilayah kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat sekarang, berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Jambi. Secara resmi kerajaan ini pernah menjadi bawahan (vazal) Kerajaan Pagaruyung. Walau pada prakteknya kerajaan ini berdiri sendiri serta bebas mengatur urusan dalam dan luar negerinya. Agama yang berkembang pada masa ini adalah agama Buddha, kemudian pindah menjadi Islam.
Kerajaan ini pada masa jayanya meliputi wilayah pantai barat Sumatera mulai dari Padang di utara sampai Sungai Hurai di selatan. Produk terpenting Inderapura adalah lada, dan juga emas.
Ibu Kotanya terletak di Inderapura. Bahasa yang dipakai adalah Minang, Melayu dan Sansekerta. Agama yang dipeluk adalah Budha, kemudian berubah menjadi Islam. Bentuk pemerinthannya adalah Monarki.


11.  Kerajaan Singhasari (1222-1292)
Kerajaan Singhasari atau sering pula ditulis Singasari atau Singosari, adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Malang. Agama yang berkembang adalah agama Siwa-Budha.
Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari yang sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja.
Pada tahun 1222 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kadiri melawan kaum brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Perang melawan Kadiri meletus di desa Ganter yang dimenangkan oleh pihak Tumapel.
Pada tahun 1254, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama Kertanagara sebagai yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Maka, Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singhasari.
Ibu Kotanya adalah Tumapel. Bahasa yang dipakai adalah Jawa Kuno dan Sansekerta. Agama yang dipeluk adalah Siwa-Budha, Kejawen, dan Animisme. Bentuk pemerintahannya adalah Monarki.
12.  Kerajaan Majapahit (1293-1527)
Majapahit adalah sebuah kerajaan di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya dan menjadi Kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kublai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah membunuh Kertanagara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di teritori asing. Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka harus terpaksa menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.
Ibu Kotanya adalah Wilwatikta. Bahasa yang dipakai adalah Jawa Kuno dan Sansekerta. Agama yang dipeluk masyarakat adalah Siwa-Budha, Kejawen dan Animisme. Bentuk pemerintahannya adalah Monarki.


GAMBAR, PENINGGALAN KERAJAAN HINDU BUDDHA

 Surya Majapahi






Bukti terawal sistem mata uang di Jawa. Emas atau keping tahil Jawa, sekitar abad ke-9.




Padrão Sunda Kalapa (1522), sebuah pilar batu untuk memperingati perjanjian Sunda-Portugis, Museum Nasional Indonesia, Jakarta.



Arca Wishnu, berasal dari Kediri, abad ke-12 dan ke-13.


Prasasti Adityawarman



Bidadari Majapahit yang anggun, ukiran emas apsara (bidadari surgawi) gaya khas Majapahit menggambarkan dengan sempurna zaman kerajaan Majapahit sebagai "zaman keemasan" di kepulauan nusantara.


Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu sebagai penggambaran Kertarajasa. Berlokasi semula di Candi Simping, Blitar, kini menjadi koleksi Museum Nasional Republik Indonesia.


Arca dewi Parwati sebagai perwujudan anumerta Tribhuwanottunggadewi, ratu Majapahit ibunda Hayam Wuruk.

Mandala Amoghapāśa dari masa Singhasari (abad ke-13), perunggu, 22.5 x 14 cm. Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.


Gapura Bajang Ratu, gerbang masuk salah satu kompleks bangunan penting di ibu kota Majapahit. Bangunan ini masih tegak berdiri di Trowulan.


Arca Prajnaparamita ditemukan dekat candi Singhasari dipercaya sebagai arca perwujudan Ken Dedes (koleksi Museum Nasional Indonesia). Keindahan arca ini mencerminkan kehalusan seni budaya Singhasari.

Arca Bhairawa di Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta.


Model kapal tahun 800-an Masehi yang terdapat pada candi Borobudur.

Terakota wajah yang dipercaya sebagai potret Gajah Mada.



Prasasti Kawali di Kabuyutan Astana Gedé, Kawali, Ciamis.



Arca emas Avalokiteçvara bergaya Malayu-Sriwijaya, ditemukan di Rantaukapastuo, Muarabulian, Jambi, Indonesia.

Candi Borobudur, pembangunannya diselesaikan pada masa Samaratungga


Candi Gumpung, candi Buddha di Muaro Jambi, Kerajaan Melayu yang ditaklukkan Sriwijaya.







 



Reruntuhan Wat (Candi) Kaew yang berasal dari zaman Sriwijaya di Chaiya, Thailand Selatan.











Sepasang patung penjaga gerbang abad ke-14 dari kuil Majapahit di Jawa Timur (Museum of Asian Art, San Francisco)
 
Sebuah tampilan model kapal Majapahit di Museum Negara Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia.
 
 
Prasasti Kerajaan Kutai
 
Candi Prambanan dari abad ke-9, terletak di Prambanan, Yogyakarta, dibangun antara masa pemerintahan Rakai Pikatan dan Dyah Balitung.



Candi Muara Takus, salah satu kawasan yang
dianggap sebagai ibukota Sriwijaya.
 
Sebuah tampilan model kapal Majapahit di Museum 
Negara Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia
























Prasasti Tugu di Museum Nasional


















Arca Buddha Vajrasattva zaman Kadiri, abad X/XI, koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.













Temuan Wonoboyo berupa artifak emas menunjukkan kekayaan dan kehalusan seni budaya kerajaan Medang.